(Republika, 15 September 1999)
Rencana pemerintah untuk merekolasi semua pabrik gula (PG) ke luar Jawa ini kemarin sempat membuat resah para petani tebu. Ribuan petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Tebu Kabupaten Jember menyatakan menolak rencana tersebut.
Mereka memberikan alasan bahwa keberadaan PG di Jawa khususnya di wilayah Jember masih dibutuhkan masyarakat. Untuk meningkatkan efisiensi PG, petani minta pemerintah memberlakukan tarif bea masuk dan menaikkan harga gula petani, serta segera mencairkan kredit koperasi primer (KKPA) bagi petani tebu.
Pernyataan penolakan petani itu disampaikan kepada DPRD Jember, kemarin (14/9). Kepada anggota dewan, para petani juga menyampaikan keinginannya untuk menghadap Menkop dan Komisi VIII DPR RI, guna menyampaikan sejumlah tuntutan dan usulan.
''Kami telah membentuk tim untuk diberangkatkan ke Jakarta, tugas tim itu menyampaikan sejumlah usulan dan keberatan terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang langsung berkaitan dengan nasib para petani tebu,'' ujar Ketua Paguyuban Petani Tebu Jember H Rofiq Nurhuda kepada wartawan.
Para petani menilai, alasan pemerintah untuk merelokasi pabrik gula karena sudah tidak efisien dan lahan tebu semakin sempit, tidak relevan. Namun, menurut para petani, lahan tebu di Jawa masih cukup banyak, baik tebu rakyat (TR) maupun tebu sewa oleh PG. Selain itu masyarakat yang terlihat dalam perindustrian gula jumlahnya juga cukup besar, dan kontribusi gula Jawa Timur untuk nasional hampir mencapai 50 persen.
Dijelaskan, data di Disbun Jatim, target luas areal dan produksi musim tanam 1999/2000 (musim giling tahun 2000) mencapai 186.694 hektar dengan jumlah tebu 14,9 juta ton lebih serta hablur 1.133.604 ton gula, dan jumlah pekerja yang terlibat mencapai 1,5 juta orang. Sedangkan areal TR di wilayah Jember sendiri, kata Rofiq, luasnya mencapai 3.000 hektar dengan jumlah petani peserta TRI sebanyak 9.000 lebih.
Berdasarkan kenyataan di atas, para petani minta agar pemerintah tidak mengambil keputusan gegabah dengan merelokasi seluruh PG ke luar Jawa. ''Kami mengusulkan untuk PG yang kecil-kecil, kekurangan lahan, dan tidak efisien memang seharusnya digabung (dimerger),'' kata para petani dalam pernyataan sikapnya.
Menyangkut masalah bantuan kredit KKPA, petani minta segera dicairkan. Karena saat ini petani tebu rakyat sedang kesulitan modal. Kredit yang biasanya selalu cair bulan Mei itu sampai sekarang belum turun. Bahkan, dari alokasi KKPA sebesar Rp 23 miliar untuk Jember, hingga September ini baru turun Rp 80 juta.
Akibat tersendatnya kucuran kredit KKPA itu, kata para petani, untuk memenuhi biaya garap, biaya beban hidup dan pupuk, hanya tergantung pinjaman uang muka dari PG yang jumlahnya sangat terbatas. ''Kami heran kenapa KKPA tidak kunjung cair, padahal selama ini para petani tebu selalu lancar membayar cicilannya,'' keluh sejumlah petani.
Sementara itu untuk meningkatkan penghasilan dan animo petani menanam tebu, paguyuban petani tebu menuntut pemerintah segera membenahi tata niaga gula. Karena dengan tata niaga yang berlaku sekarang, harga gula masih cenderung jatuh dan petani sulit memasarkan gulanya.
''Pemerintah harus segera memberlakukan tarif bea masuk untuk gula impor dan harga gula petani dinaikkan 2,4 kali harga gabah kering giling. Jika itu tidak segera dilakukan, petani tebu akan jatuh dan pabrik gula akan kehilangan likuiditasnya akibat membanjirnya gula impor,'' tandas para petani.
-- Back --